Wednesday, May 31, 2017

Astagfirullah, Ini yang Terjadi Jika Air Laut Tidak Asin

Air laut merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah SWT. Sang Maha Pencipta ini membuat keseimbangan alam begitu mempesona.

Khusus untuk air laut, sebagian kita mungkin sering bertanya, mengapa rasanya bisa begitu asin dan berbeda dengan air jenis lain?

Sebagian berpikir, andai saja air laut berasa tawar, maka akan lebih bermanfaat untuk dikonsumsi. Karena tidak bisa dipungkiri jika saat ini dunia mengalami krisis air bersih yang layak minum.

Perkara air laut ternyata tidak luput dari pembahasan Allah SWT dan sudah tertulis dalam Alquran.


Ini menjadi bukti, bahwa Allah tidak main-main dalam proses penciptaan semua makhluk-Nya.

“Dan tidaklah sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu pakaip, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.” (QS. Faathir: 12).

Salah satu bahaya yang akan menimpia makhluk ketika air laut tidak asin adalah tempat ini akan menjadi pusat dari segala macam bentuk wabah penyakit. Tentu ini akan mengancam keselamatan penduduk dunia, mengingat luas lautan lebih besar dibanding daratan. Mengapa bisa demikian?

Mencegah Penyakit Berkembang Biak
Salinitas (kadar garam) laut berfungsi untuk mensterilkan air, sehingga mencegah terjadinya pembusukan, dan perkembangbiakan penyakit. Kalau tidak demikian niscaya laut menjadi menjadi pusat (markas) yang baik bagi wabah dan penyakit yang menyebar ke seluruh negara dan bangsa.

Sekilas mari mengingat tragedi Tsunami yang terjadi pada 2004 silam. Ada begitu banyak korban jiwa yang meninggal dalam tragedi tersebut.

Sebagian ditemukan, namun tidak sedikit pula yang ikut terseret menuju lautan dan samudera yang luas. Bagaimana jadinya jika air laut rasanya tawar? Jika air laut tidak asin, maka jenazah ini justru akan menjadi wabah penyakit karena mengalami pembusukan. Wallahualam.

Kapal Tak Bisa Berlayar
Selain itu, asinnya air laut juga memberika hikmah luar biasa lainnya. Jika air laut tidak asin, niscaya akan menyulitkan dunia transportasi air. Namun, bagaimana bisa?

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung,” (QS. Asy-Syuuraa ayat 32).

“Kapal yang berlayar di laut dengan muatan yang bermanfaat bagi manusia,” (QS. al-Baqarah: 164).

“Masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.” (QS. Faathir: 12).

Laut dan transportasi menjadi bagian yang memukau. Allah SWT menjelaskan tentang laut dan dihubungkan dengan kapal-kapal sebagai alat transportasinya. Jika ini tidak istimewa, mengapa Allah tidak menyebut sungai dan alat transportasinya? Karena keistimewaannya inilah  maka Allah menyebutkannya di dalam Alquran.

Ternyata ini ada kaitannya dengan asinnya air laut. Hal ini bisa dibuktikan dari proses pembuatan es krim. Jika melihat proses membuat es krim, maka akan ditemukan bahwa pembekuan es krim dengan menggunakan es saja tidak cukup, karena es tidak dapat mendinginkan hingga di bawah 0 (nol) derajat celcius.

Untuk itu,  para pekerja mencampurkan garam ke dalam es, sehingga membentuk campuran cairan asin yang meleleh pada derajat di bawah nol derajat (yang perlu diperhatikan bahwa pendinginan dengan cara ini yaitu peningkatan konsentrasi garam tidak dapat dilakukan sampai suhu di bawah 12 derajat celcius). Dan pengamatan sederhana ini termasuk hal yang penting yang terjadi di perairan laut.

Danau dan sungai dapat membeku dimusim dingin. Tapi, laut tidak. Salah satu penyebab utamanya adalah laut memiliki air yang asin. Kandungan garam di air laut menurunkan titik bekunya. Maka keberadaan kadar garam di laut ini membuat air laut baru membeku pada derajat di bawah 0 (nol) derajat, suatu hal itu yang memungkinkan air laut tetap mengalir/tidak beku (karena ia cair) pada derajat kurang dari 10 derajat.

Jadi, suhu musim dingin rata-rata tidak mampu membekukan air laut. Sehingga hal itu memudahkan pelayaran pada musim dingin pada waktu yang lebih lama (karena air laut tidak membeku pada suhu di bawah nol derajat). Wallauhualam, hanya Allah lah pemilik ilmu pengetahuna. Tidak satupun di muka bumi yang diciptakannya tanpa hikmah, begitu indah, dan tanpa celah. Terimakasih sudah membaca.

Sumber: infoyunik.com

Inilah Penjelasan Keadaan Iblis Di Neraka

Inilah Penjelasan Keadaan Iblis Di Neraka

Inilah Penjelasan Keadaan Iblis Di Neraka -
Assalamualaikum, ustadz yang dirahmati Allah,

Saya mau bertanya, jika iblis diciptakan dari api, lalu mengapa dia juga ditempatkan di neraka yang terbuat dari api yang panas? Jazakumullah ustadz atas jawabannya.

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Gusti Eni yang dimuliakan Allah swt

Telah diketahui bahwa Allah swt menciptakan iblis dan jin dari api, sebagaimana disebutkan didalam firman-Nya yang menceritakan tentang iblis :

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلاَّ تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَاْ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ

Artinya : “Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Al A’raf : 12)

Artinya : “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. Al Hijr : 27)

Telah diketahui bahwa Allah swt akan mengadzab iblis dan orang-orang yang bersamanya dengan api neraka, sebagaimana firman-Nya :

لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنكَ وَمِمَّن تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ

Artinya : “Sesungguhnya aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.” (QS. Shaad : 85)


Telah diketahui pula bahwa adzab tersebut amatlah pedih sehingga merasuk kedalam tubuh. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan antara tabiat jasad dengan bahan yang digunakan untuk mengadzab. Lantas bagaimana setan merasakan adzab neraka padahal tabiatnya tidaklah berbeda dengan tabiat dzat tersebut karena ia adalah makhluk yang diciptakan dari api ?

Maka jawabannya adalah sebagai berikut :

1. Bahwa Allah swt Maha Mampu untuk merubah tabiat setan sehingga bisa merasakan adzab api neraka. Bukankah terkadang setan merubah bentuknya dengan bentuk-bentuk yang tidak seperti tabiatnya, terkadang dia tinggal di suatu tempat, tidur, duduk, mengenakan pakaian-pakaian yang tidak disebutkan nama Allah didalamnya. Ia terkadang menempati rumah-rumah yang tidak disebutkan nama Allah didalamnya ketika para pemiliknya memasuki rumah-rumah mereka, sebagaimana ditunjukkan oleh berbagai hadits Rasul saw namun demikian benda-benda tersebut tidaklah terbakar meskipun bersentuhan dengan setan itu. Disebutkan didalam beberapa riwayat bahwa setan pernah berupaya memalingkan Nabi saw disaat shalatnya, setan itu ingin merusak shalat beliau maka Nabi pun mencekiknya dan tangan beliau saw merasakan dinginnya lidah setan itu. Seandainya setan tetap seperti tabiatnya yang berasal dari api maka ia pasti membakar tangan Rasul saw yang telah menyentuhnya. Nabi Adam as telah diciptakan dari tanah namun dirinya telah dijadikan memiliki berbagai kehususan yang tidak seperti kekhususan sebuah tanah selama ruhnya masih berada didalam tubuhnya. Tidak mungkin pada tubuh manusia ditanam sebuah pohon sebagaimana pohon itu ditanam pada sebidang tanah.

2. Boleh saja bagi Allah swt untuk menjadikan dari jenis api satu jenis lainnya yang lebih kuat dari api yang dipakai untuk menciptakan iblis sehingga dia merasakan adzab api tersebut apabila dirinya dimasukkan kedalamnya. Api itu sendiri memiliki tingkatan yang sebagiannya lebih panas dari sebagian lainnya.

3. Tidak semua adzab yang ada di neraka adalah api yang membakar tubuh dan memberikan kepedihan kepadanya namun ada adzab berupa ular-ular, kalajengking-kalajengking, cambuk-cambuk dari besi yang dipukulkan kepada mereka yang diadzab, didalamnya juga terdapat rantai-rantai panjang dan belenggu-belenggu serta pohon zaqqum, sebagaimana firman Allah swt :

Artinya : “Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang Amat panas.” (QS. Ad Dukhan : 43 – 46)

إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ ﴿٦٤﴾
طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُؤُوسُ الشَّيَاطِينِ ﴿٦٥﴾
فَإِنَّهُمْ لَآكِلُونَ مِنْهَا فَمَالِؤُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ ﴿٦٦﴾

Artinya : ‘Sesungguhnya Dia adalah sebatang pohon yang ke luar dan dasar neraka yang menyala, mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan. Maka Sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, Maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu.” (QS. Ash Shafat : 64 – 66)

Artinya : “Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (QS. Ash Shafat : 6 – 7)

Jadi bentuk-bentuk adzab itu adalah bermacam-macam sehingga boleh saja bagi Allah swt untuk menimpakan diantara macam-macam itu kepada setan untuk mengadzabnya karena aturan-aturan yang berlaku di akherat berbeda dengan aturan-aturan yang berlaku di dunia. Dan selama Allah swt memutuskan untuk mengadzab setan maka adzab itu akan menimpa mereka dengan cara yang diinginkan-Nya swt.

Yang terpenting bagi kita adalah berupaya agar tidak termasuk kedalam orang-orang yang membantu setan-setan itu. (fatawa al Azhar juz VIII hal 284)

Wallahu A’lam

Sumber : eramuslim.com

Tuesday, May 30, 2017

Pernahkah Kita Melihat Orang Sholat Menggerakkan Telunjuk Waktu Tasyahud, Begini Penjelasannya


Pernahkah Kita Melihat Orang Sholat Menggerakkan Telunjuk Waktu Tasyahud, Begini Penjelasannya -
Assalamualaikum ustad,

Afwan ustad sebelumnya, ane menanyakan tentang menggerakan telunjuk diwaktu kita sholat, yaitu waktu tahyad awal & akhir disaat mengucapkan dua kalimat syahadat, adakah ada hadist yang shohih yang menjelaskan tentang ini ? Karena kebanyakan dikita itu sesuatu yang aneh, karena baru melihat yang kebanyakan banyak dilakukan umat Islam yang lain, dan mungkin karena minimnya pengetahuan ane ttg tata cara sholat yang benar.

Syukron ustad atas jawabanya

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Yadi yang dimuliakan Allah swt

Terdapat riwayat dari Nabi saw bahwa beliau saw memberikan isyarat dengan jari telunjuk serta menggerakkannya saat tasyahud didalam shalat.

A. Para ulama berbeda pendapat didalam permasalahan ini :

1. Para ulama madzhab Hanafi berpendapat mengangkat jari telunjuk pada kata nafï (peniadaan) saat dua kalimat syahadat, yaitu saat mengucapkan “Laa” dan meletakkannya (jari telunjuk) itu kembali ke semula pada kata itsbat (peneguhan), yaitu pada kata “Illa”

2. Para ulama Syafi’i berpendapat mengangkat jari telunjuk saat mengucapkan “Illallah”

3. Para ulama Maliki berpendapat menggerakkan jari telunjuk ke kanan dan kiri hingga selesai shalat.

4. Para ulama Hambali berpendapat memberikan isyarat dengan telunjuknya setiap kali menyebutkan nama Allah dan tidak menggerakkannya.

Syeikh al Albani mengatakan bahwa pembatasan dan bentuk-bentuk seperti itu tidaklah ada landasannya sama sekali didalam sunnah. Dan yang paling dekat dengan sunnah adalah madzhab Hambali seandainya mereka tidak membatasi gerakannya saat menyebutkan nama Allah. (Tammam al Minnah, hal 223)

Adapun dalil-dalil dari sunnah didalam permasalahan ini adalah :

1. Dari Abdullah bin Zubeir berkata, “Jika Rasulullah saw duduk dalam shalat, beliau meletakkan telapak kaki kirinya diantara pahanya dan betisnya, serta menghamparkan telapak kaki kanannya, sambil meletakkan tangan kirinya diatas lutut kirinya, dan beliau letakkan tangan kanannya diatas paha kanannya, lalu beliau memberi isyarat dengan telunjuknya.”HR. Muslim (579), didalam an Nasai (1270) dan Abu Daud (989) “Memberi isyarat dengan jarinya ketika berdo’a, tanpa menggerakkannya.”

Tambahan “tanpa menggerakkannya” dilemahkan oleh Ibnul Qoyyim didalam kitabnya “Zadul Ma’ad” (1/238) dan dilemahkan pula oleh al Albani didalam kitab “Tamam al Minnah” (hal. 218)

2. Dari Wa’il bin Hujr mengabarkan kepadanya, dia berkata; “Aku melihat cara shalat Rasulullah saw. Aku melihat beliau saw berdiri untuk shalat, kemudian takbir dengan mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua telinganya. Lantas beliau saw meletakkan tangan kanannya di atas telapak kirinya, juga di atas pergelangan tangannya, dan meletakkannya di atas lengannya. Ketika hendak ruku’ beliau saw mengangkat kedua tangannya sama seperti tadi (sejajar dengan kedua telinganya).

Beliau saw meletakkan kedua tangannya di kedua lututnya, kemudian mengangkat kepalanya sambil mengangkat kedua tangannya, sejajar dengan kedua telinganya, kemudian sujud dan meletakkan kedua tangannya sejajar dengan kedua telinganya, kemudian duduk di atas kaki kiri. Beliau juga meletakkan telapak tangan kiri diantara paha dan lutut kiri. Lalu beliau saw meletakkan ujung lengan kanan di atas paha kanan. Kemudian ia menggenggam dua jarinya serta membentuk lingkaran, lantas mengangkat jarinya. Aku melihat beliau saw menggerak-gerakkannya dan berdoa dengannya.” HR. an Nasai (889) dan dishahihkan oleh Ibnu Majah (1/354), Ibnu Hibban (5/170), al Albani didalam kitab “Irwa al Ghalil” (367)

Syeikh Ibnu Utsaimin berdalil dengan hadits ini “Menggerak-gerakkannya dan berdoa dengannya” bahwa menggerak-gerakkan telunjuk didalam tasyahud pada seluruh kalimat doa. Dia—semoga Allah merahmatinya—mengatakan didalam “asy Syarh al Mumti” sunnah menunjukkan bahwa memberikan isyarat dengannya (telunjuk) adalah pada saat berdoa karena lafazh haditsnya “menggerak-gerakkan dan berdoa dengannya”. Maka setiap kali anda berdoa gerakkanlah sebagai isyarat akan keinggian Allah swt. Untuk itu, ketika kita mengucapkan :

“Assalaamualaika Ayyuhan Nabiyyu—di sini memberikan isyarat karena as salam bermakna doa—Assalaamu ‘Alainaa—memberikan isyarat—Allahumma Shalli ‘Ala Muhammad—memberikan isyarat—Allahumma Barik ‘Ala Muhammad—memberikan isyarat—A’udzu billah Min ‘Adzaabi Jahannam—memberikan isyarat—Wa Min ‘Adzaabil Qobr—memberikan isyarat—Wa Min Fitnatil Mahyaa wal Mamaat—memberikan isyarat—Wa Min Fitnatil Masih ad Dajjal—memberikan isyarat—dan setiap anda berdoa berikanlah isyarat sebagai isyarat kepada ketinggian Allah swt, dan inilah yang paling dekat dengan sunnah.

B. Bagian dari sunnah adalah tatkala memberikan isyarat hendaklah melihat kepada telunjuk.

Imam Nawawi mengatakan bahwa sunnah adalah pandangan matanya tidaklah melewati isyaratnya (telunjuknya), terdapat hadits shahih didalam sunan Abu Daud memberikan isyarat sambil menghadapkan ke arah kiblat dan dengan isyarat itu dia meniatkan tauhid dan keikhlasan.” (Syarh Muslim 5/81)

Hadits yang ditunjukkan Imam Nawawi diatas adalah hadits Abdullah bin az Zubeir dengan lafazh dalam Abu Daud (989) “”…pandangan mata beliau tidak melampaui dari isyarat (telunjuk) beliau…” dishahihkan oleh al Albani didalam Shahih Abu Daud.

C. Dan bagian dari sunnah juga adalah memberikan isyarat ke arah kiblat.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar dia melihat seorang laki-laki menggerak-gerakkan kerikil dengan tangannya saat shalat. Setelah selesai, Abdullah berkata kepadanya; “Janganlah kamu menggerak-gerakkan kerikil saat shalat, sesungguhnya itu perbuatan setan. Berbuatlah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw.” la berkata; “Bagaimana cara Rasulullah saw melakukannya?” Aku menjawab; “Beliau meletakkan tangan kanan di atas paha kanan, lalu menunjukkan jari telunjuknya ke kiblat dan mengarahkan pandangan ke jari tersebut-atau ke sekitarnya.” Kemudian ia berkata, “Begitulah cara Rasulullah saw melakukannya.” HR. An Nasa’i (1160), diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1/355), Ibnu Hibban (5/273) dan dishahihkan oleh al Albani didalam shahih an Nasa’i.

D. Melengkungkan jari ketika memberikan isyarat, ini terdapat didalam Hadits Numair al Khuza’i didalam sunan Abu Daud (991) dan an Nasa’i (1274) namun hadits ini lemah, lihat kitab “Tamam al Minnah (222)”—(Fatawa al Islam Sual wa Jawab, No. 7570)

Wallahu A’lan

Sumber : Eramuslim.com

Monday, May 29, 2017

Bagaimana Hukumnya Shalat di Masjid yang Arah Kiblatnya Melenceng ? Berikut Penjelasannya


Bagaimana Hukumnya Shalat di Masjid yang Arah Kiblatnya Melenceng ? Berikut Penjelasannya -
Assalamu ‘alaikum Ustadz yang dirahmati Allah SWT.

Masjid di lingkungan rumah saya ternyata arah kiblatnya melenceng setelah dicek dengan google earth maupun dengan kompas kiblat (hal ini sudah saya informasikan ke pengurus masjid namun belum ada perbaikan). Akibatnya saya jadi tidak tenang / sreg sholat di masjid tersebut dan akhirnya saya sholat di rumah. Namun saya ingin tali silaturahim dengan tetangga tetap berjalan baik yang salah satunya yang sangat mungkin adalah dengan sholat berjamaah di masjid.

Pertanyaan saya adalah :
1. Bagaimana hukumnya sholat berjamaah di masjid tersebut dengan mengikuti arah kiblat yang salah tadi ?
2. Lebih baik sholat berjamaah di masjid dengan arah kiblat salah atau sholat sendiri di rumah yang insya’Allah arah kiblatnya benar ?
3. Apakah boleh / sah apabila saya sholat berjamaah di masjid tersebut (dengan arah kiblat yang salah) untuk menjaga tali silaturahim dengan tetangga ?
4. Apakah boleh / sah saya sholat berjamaah di masjid tersebut tetapi saya berdiri menghadap kiblat yang benar, jadi arah menghadap saya berlainan dengan jamaah yang lain (tetapi hal ini seringnya adalah susah dalam pelaksanaannya) ?

Jazakumullahi khoiron katsiron.

Wassalamu ‘alaikum.
~sp~

Waalaikumussalam Wr Wb

Para ulama telah bersepakat bahwa menghadap kiblat adalah syarat sahnya sholat sebagaimana firman Allah swt :

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ

Artinya : ”Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya…” (QS. Al Baqoroh : 150) kecuali dalam dua keadaan yaitu keadaan yang sangat mencekam (peperangan) dan sholat nafilah bagi orang yang melakukan perjalanan diatas kendaraan.

Para ulama juga bersepakat bahwa siapa yang menyaksikan ka’bah dengan matanya sendiri maka ia diwajibkan untuk menghadapkan sholatnya ke badan ka’bah dengan penuh keyakinan.

Adapun bagi orang yang tidak menyaksikan ka’bah dengan matanya sendiri maka ia diharuskan menjadikan arah ka’bah sebagai sasaran / target sholatnya berdasarkan hadits Rasulullah saw,”Apa yang diantara timur dan barat adalah kiblat.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi) dari zhohir hadits ini, berarti bahwa antara keduanya adalah kiblat.

Seandainya setiap orang yang sholat diharuskan mengarahkannya tepat mengenai badan ka’bah maka banyak orang yang sholatnya berada dalam suatu barisan yang panjang dalam satu garis lurus tidaklah sah.. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz 1 hal 758)

Al Lajnah ad Daimah didalam fatwanya menyebutkan bahwa wajib bagi imam dan makmum menghadap ke arah ka’bah, berdasarkan firman Allah swt :

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ

Artinya : ”Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya…” (QS. Al Baqoroh : 150)

Dan sabda Rasulullah saw,”Apa yang diantara timur dan barat adalah kiblat.” (HR. Tirmidzi, dia berkata : hadits Hasan Shahih) Perkataan ini ditujukan kepada penduduk Madinah dan sekitarnya yang berada di sebelah utara ka’bah atau sebelah selatannya. Secara lahiriyah tampak bahwa seluruh arah antara keduanya (timur dan barat) adalah kiblat.

Adapun bagi orang yang berada di sebelah barat atau timur maka sesungguhnya kiblatnya adalah apa yang ada antara utara dan selatan karena seandainya diharuskan bagi orang yang berada jauh dari ka’bah mengenai badan ka’bah maka tidak akan ada yang sah shalat orang-orang yang berada di shaff yang panjang pada satu garis lurus dan tidaklah ada shalat bagi dua orang yang saling berjauhan yang keduanya menghadap kiblat yang satu karena tidaklah mudah menghadap ke ka’bah dengan panjangnya shaff yang melebihi ukuran ka’bah.” (al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta no. 3534)

Dengan demikian apabila pelencengan yang terjadi di masjid anda terlalu jauh sehingga para jama’ahnya meyakini bahwa mereka shalat tidak menghadap arah ka’bah maka shalat yang mereka lakukan tidaklah sah. Dalam keadaan ini anda perlu mendiskusikannya dengan para pengurus masjid untuk merenovasi kembali arah mihrab masjidnya agar menghadap arah ka’bah.

Akan tetapi jika pelencengan yang terjadi hanyalah sedikit saja dan para jama’ah tetap meyakini bahwa mereka shalat tetap menghadap arah ka’bah meski bukan badan ka’bah karena hal ini tentunya sangat sulit maka shalat anda dan jama’ah yang lainnya tetap sah berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi diatas. Meski begitu yang utama adalah mengingatkan imam agar mendekatkan arahnya sedekat mungkin dengan ka’bah namun jika upaya pengingatan ini dikhawatirkan akan memunculkan fitnah diantara kaum muslimin di situ maka biarkanlah untuk sementara waktu dalam keadaan seperti ini demi menjaga keutuhan dan ketertautan hati diantara jama’ah. Dalam keadaan seperti ini hendaklah anda tetap shalat berjama’ah di masjid tersebut dan tidak menunaikannya sendirian di rumah karena pergeseran yang sedikit tersebut tidaklah berpengaruh kepada kesahan shalat anda.

Begitu juga dengan keinginan anda untuk sedikit merubah arah shalat anda yang berbeda dengan imam maka jika hal itu tidaklah terlalu mempengaruhi lurusnya shaff jama’ah maka hal itu bisa dilakukan akan tetapi jika ternyata apa yang anda lakukan akan menjadikan shaff jama’ah menjadi bengkok atau tidak lurus maka hendaklah anda tetap bersama arah imam demi menjaga kelurusan shaff dan menghindari fitnah diantara jama’ah shalat.

Wallahu A’lam

Sumber : Eramuslim.com

Mimpi Berhubungan Badan di Siang Hari, Batalkah Puasa Kita? Ini Penjelasannya

Mimpi Berhubungan Badan di Siang Hari, Batalkah Puasa Kita? Ini Penjelasannya -

Assalamu’alaikum wr. wb

saya ingin bertanya ust. apakah puasa saya batal dan menggantinya pada bulan lain karena mimpi basah pada bulan ramadhan di siang hari

terima kasih atas jawabannya

wassalamu’alaikum wr. wb

Waalaikumussalam Wr Wb

Seorang yang bermimpi pada saat ia berpuasa maka tidaklah membatalkan puasanya. Imam Nawawi mengatakan didalam “al Majmu’” bahwa jika seseorang (yang sedang berpuasa) bermimpi maka ia tidaklah membatalkan puasanya menurut ijma’ ulama karena ia termasuk orang yang tidak kuasa (menahannya) seperti seekor nyamuk yang terbang dan hinggap di mulutnya tanpa dikehendakinya, demikianlah sandaran dalil dalam permasalahan ini. Adapun hadits yang diriwayatkan dari Nabi saw,”Tidaklah berbuka orang yang muntah dan tidak pula orang yang bermimpi dan tidak pula orang yang berbekam.”ini adalah hadits lemah yang tidak bisa dipakai sebagai dalil.

Didalam ‘al Mughni” (4/363) disebutkan bahwa seandainya seorang bermimpi maka tidaklah merusak puasanya karena hal itu diluar kehendaknya sepertihalnya seorang yang kemasukan sesuatu di tenggorokan sedangkan ia dalam keadaan tidur.”

Syeikh Ibn Baaz didalam Majmu’ al Fatawa (15/276) ditanya tentang seseorang yang tidur di siang hari Ramadhan lalu dia bermimpi dan keluar mani darinya maka apakah ia harus mengqadha hari itu?

Beliau menjawab,”tidak ada qadha baginya karena mimpi itu diluar kehendaknya akan tetapi diharuskan baginya mandi (junub) jika dia mendapati mani.”

Syeikh Ibnu Utsaimin didalam Fatawa ash Shiyam hal. 284 mengatakan tentang orang yang berimimpi di siang hari Ramadhan?

Beliau menjawab,”Puasanya sah. Sesungguhnya bermimpi tidaklah membatalkan puasa karena ia diluar kehendaknya. Telah terangkat pena darinya pada saat ia tidur.”

Al Lajnah ad Daimah (10/274) menyebutkan,”Barangsiapa yang bermimpi sementara dia dalam keadaan berpuasa atau ihram haji atau umrah maka tidaklah berdosa, tidak pula kafarat dan tidaklah mempengaruhi puasa, haji dan umrahnya namun diwajibkan baginya mandi junub jika keluar mani.” (Fatawa al Islam Sual wa Jawab No. 38623)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo

Sumber : Eramuslim.com

Sunday, May 28, 2017

Bacalah 3 Doa Ini Ketika Sujud Terakhir Dalam Sholat, Manfaatnya Luar Biasa


Bacalah 3 Doa Ini Ketika Sujud Terakhir Dalam Sholat, Manfaatnya Luar Biasa -

Syeikh Abdul Aziz Bin Baaz (semoga Allah merahmatinya) berkata : Merupakan 3 doa yang janganlah kau lupakan dalam sujud

1. Mintalah Diwafatkan Dalam Keadaan Khusnul Khotimah

اللهم إني أسألك حسن الخاتمة
Allahumma inni as’aluka husnal khotimah

Artinya: “Ya Allah aku meminta kepada-MU husnul khotimah”


2. Mintalah Agar Kita Diberikan Kesempatan Taubat Sebelum Wafat

اللهم ارزقني توبتا نصوحا قبل الموت
Allahummarzuqni taubatan nasuha qoblal maut

Artinya: “Ya Allah berilah aku rezeki taubat nasuha (atau sebenar-benarnya taubat) sebelum wafat”

3. Mintalah Agar Hati Kita Ditetapkan di Atas Agamanya

اللهم يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
Allahumma yaa muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘ala diinika

Artinya: “Ya Allah wahai sang pembolak balik hati, tetapkanlah hatiku pada agama-MU”

Kemudian saya sampaikan, jika kau sebarkan perkataan ini, dan kau berniat baik denganya, maka semoga menjadikan mudah urusan urusanmu di dunia dan akhirat.

Lakukanlah kebaikan walau sekecil apapun itu, karena tidaklah kau ketahui amal kebaikan apakah yang dapat menghantarkanmu ke Surga Allah.


Sumber: kumpulankonsultasi.com

Bolehkah Kuli dan Pekerja Keras Tidak Berpuasa Ramadhan Karena Alasan Tidak Kuat? Ini Penjelasannya

Bolehkah Kuli dan Pekerja Keras Tidak Berpuasa Ramadhan Karena Alasan Tidak Kuat? Ini Penjelasannya

Bolehkah Kuli dan Pekerja Keras Tidak Berpuasa Ramadhan Karena Alasan Tidak Kuat? Ini Penjelasannya -
Berpuasa tidak dimaksudkan untuk menghalangi aktivitas harian, terlebih lagi aktivitas mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pasalnya, kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dapur tidak kalah wajibnya dengan puasa Ramadhan.

Namun ketika bulan Ramadhan tiba, kondisi orang dalam keadaan beragam. Ada di antara mereka yang sehat dan segar bugar, juga muda. Ada lagi yang sudah renta, ada yang terbaring sakit, ada lagi yang dalam perjalanan, juga mereka yang pekerjaannya membutuhkan tenaga ekstra.

Perihal orang yang kesehariannya bekerja agak berat, Syekh Said Muhammad Ba’asyin dalam Busyrol Karim mengatakan,

ويلزم أهل العمل المشق  في رمضان كالحصادين ونحوهم تبييت النية ثم من لحقه منهم مشقة شديدة أفطر، وإلا فلا. ولا فرق بين الأجير والغني وغيره والمتبرع وإن وجد غيره، وتأتي العمل لهم العمل ليلا كما قاله الشرقاوي. وقال في التحفة إن لم يتأت لهم ليلا، ولو توقف كسبه لنحو قوته المضطر إليه هو أو ممونه علي فطره جاز له، بل لزمه عند وجود المشقة الفطر، لكن بقدر الضرورة. ومن لزمه الفطر فصام صح صومه لأن الحرمة لأمر خارج، ولا أثر لنحو صداع ومرض خفيف لا يخاف منه ما مر.

Ketika memasuki Ramadhan, pekerja berat seperti buruh tani yang membantu penggarap saat panen dan pekerja berat lainnya, wajib memasang niat puasa di malam hari. Kalau kemudian di siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka. Tetapi kalau ia merasa kuat, maka ia boleh tidak membatalkannya.



Tiada perbedaan antara buruh, orang kaya, atau sekadar pekerja berat yang bersifat relawan. Jika mereka menemukan orang lain untuk menggantikan posisinya bekerja, lalu pekerjaan itu bisa dilakukannya pada malam hari, itu baik seperti dikatakan Syekh Syarqawi.

Mereka boleh membatalkan puasa ketika pertama mereka tidak mungkin melakukan aktivitas pekerjaannya pada malam hari, kedua ketika pendapatannya untuk memenuhi kebutuhannya atau pendapatan bos yang mendanainya berbuka, terhenti.

Mereka ini bahkan diharuskan untuk membatalkan puasanya ketika di tengah puasa menemukan kesulitan tetapi tentu didasarkan pada dharurat. Namun bagi mereka yang memenuhi ketentuan untuk membatalkan puasa, tetapi melanjutkan puasanya, maka puasanya tetap sah karena keharamannya terletak di luar masalah itu.

Tetapi kalau hanya sekadar sedikit pusing atau sakit ringan yang tidak mengkhawatirkan, maka tidak ada pengaruhnya dalam hukum ini.

Dengan kata lain, bagaimanapun wajibnya mencari nafkah, kewajiban puasa Ramadhan perlu dihargai. Dalam artian, kita tetap memasang niat puasa di malam hari. Kalau memang di siang hari puasa terasa berat, kita yang berprofesi sebagai pekerja berat dibolehkan membatalkannya.

Uraian ulama tersebut menunjukkan betapa mulianya ibadah puasa Ramadhan kendati mereka yang udzur tetap mendapat keringanan untuk berbuka puasa.

Sumber : islamidia.com